Harga emas global kembali menorehkan rekor tertinggi sepanjang sejarah, mencerminkan meningkatnya ketidakpastian ekonomi akibat hubungan diplomatik yang memanas antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Berdasarkan data Refinitiv, pada penutupan perdagangan Selasa (05/02/2025), harga emas dunia mengalami kenaikan 1,01% hingga mencapai US$2.841,94 per troy ons. Lonjakan ini menandai rekor baru selama empat hari berturut-turut, sejak Kamis dan Jumat pekan lalu serta Senin dan Selasa pekan ini. Secara kumulatif, dalam kurun empat hari terakhir, harga emas telah meningkat sebesar 3,05%.
Namun, pada pagi hari ini (05/02/2025) pukul 06:09 WIB, emas mengalami sedikit koreksi sebesar 0,02% ke angka US$2.841,16 per troy ons.
Pelemahan Dolar AS dan Yield Obligasi Jadi Katalis
Rekor harga emas kali ini tidak terlepas dari pelemahan mata uang Negeri Paman Sam yang mengalami tekanan akibat menurunnya tingkat pengembalian obligasi AS. Ketegangan dalam hubungan perdagangan antara Washington dan Beijing juga mendorong investor untuk beralih ke aset perlindungan (safe-haven), yang mengakibatkan harga emas mengalami lonjakan lebih dari 1%.
Indeks dolar AS terdepresiasi ke level 107,97 pada sesi perdagangan sebelumnya, setelah sempat berada di angka 109. Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun turun menjadi 4,51% dari sebelumnya 4,54%.
Melemahnya dolar AS membuat emas lebih murah bagi investor yang menggunakan mata uang lain, sehingga meningkatkan daya tarik logam mulia ini. Selain itu, karena emas tidak memberikan imbal hasil, penurunan suku bunga obligasi AS turut menjadikannya lebih kompetitif dibandingkan instrumen investasi lainnya.
Dinamika Geopolitik Memanaskan Pasar
Meskipun Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk menunda penerapan tarif bagi Kanada dan Meksiko, kebijakan tarif 10% terhadap produk impor asal China tetap dilaksanakan, yang kemudian mendapat respons dari pemerintah Beijing.
Sebagai tindakan balasan, China memberlakukan tarif terhadap sejumlah komoditas asal AS, seperti batu bara, gas alam cair (LNG), minyak mentah, peralatan pertanian, dan kendaraan listrik. Tidak hanya itu, pemerintah China juga memperkenalkan kebijakan kontrol ekspor terhadap berbagai logam esensial yang memainkan peran kunci dalam industri elektronik global.
Prediksi Pergerakan Harga Emas
Seiring meningkatnya permintaan terhadap aset safe-haven, harga emas diperkirakan masih berpotensi untuk melanjutkan tren positif hingga menembus level US$2.850 dalam waktu dekat, dengan target jangka pendek menuju US$2.900.
Namun, laju kenaikan harga emas dapat terhambat jika bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), mengambil kebijakan moneter yang lebih ketat. Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly, menegaskan bahwa upaya bank sentral dalam mengendalikan inflasi masih belum selesai. Ia juga menambahkan bahwa kondisi ekonomi AS masih relatif stabil, sehingga The Fed akan bersikap lebih berhati-hati dalam merespons dampak kebijakan tarif yang telah diberlakukan.