Prospek Cerah! Nilai Transaksi Aset Kripto Diprediksi Tembus Rp1.000 Triliun di 2025

Yono

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Tirta Karma Senjaya, mengungkapkan bahwa nilai transaksi aset kripto berpotensi menembus angka di atas Rp1.000 triliun apabila pola empat tahunan yang terjadi sebelumnya kembali terulang di tahun ini.

Sebagai catatan, pada tahun 2021, volume transaksi aset digital ini mencapai puncaknya di angka Rp859,45 triliun. Namun, pada tahun 2023, jumlahnya menurun hingga Rp650,61 triliun.

“Kalau siklus empat tahunan dari Bitcoinnya nanti masuk ke 2025, ya mudah-mudahan nanti siap-siap nanti akan mencapai transaksi tertinggi lagi, mudah-mudahan bisa jadi lebih dari Rp859 triliun. Bisa jadi di atas Rp1.000 triliun,” ujarnya dalam acara Bulan Literasi Kripto yang digelar di Jakarta pada Selasa.

Menurut Tirta, tahun 2025 menjadi momen yang krusial dalam perkembangan industri aset kripto di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari proses perpindahan wewenang dalam aspek regulasi dan pengawasan perdagangan aset digital ini, yang semula berada di bawah kendali Bappebti dan akan beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Agar sektor ini semakin berkembang dengan tingkat transparansi yang lebih tinggi dan memberikan dampak positif bagi perekonomian, berbagai tantangan harus diatasi. Salah satu hambatan utama yang dihadapi adalah maraknya entitas ilegal serta ancaman kejahatan siber yang perlu diawasi secara lebih ketat.

Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, dibutuhkan koordinasi erat antara OJK, Bappebti, serta Asosiasi Blockchain dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo-ABI). Selain itu, para pelaku industri juga diharapkan dapat mematuhi aturan yang telah ditetapkan demi menciptakan ekosistem perdagangan kripto yang lebih aman dan berkelanjutan.

“Jadi kita harus tetap masih membangun bersama untuk industri kita yang ke depan,” tambah Tirta.

Sebelumnya, regulasi yang mengatur transaksi aset kripto di Indonesia telah tertuang dalam beberapa peraturan Bappebti, seperti Peraturan Nomor 9 Tahun 2024, Nomor 13 Tahun 2022, serta Nomor 8 Tahun 2021. Peraturan-peraturan ini menjadi acuan dalam mengawasi perdagangan aset digital di bursa berjangka CFX.

Seiring peralihan ke OJK, aturan terkait perdagangan aset kripto akan disesuaikan dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 27 Tahun 2024. Regulasi ini tidak hanya mengakomodasi aturan yang sebelumnya diterapkan oleh Bappebti, tetapi juga memperkenalkan ketentuan baru sesuai standar yang ditetapkan oleh OJK guna memperkuat pengawasan terhadap industri ini di Indonesia.

Saat ini, mekanisme perdagangan aset kripto di Tanah Air melibatkan berbagai pihak yang memiliki peran penting dalam sistem transaksi, salah satunya adalah Safe Regulatory Organization (SRO). SRO terdiri dari beberapa entitas, termasuk bursa, lembaga kliring, serta depository yang berfungsi sebagai penyimpan dana.

Dengan adanya peralihan regulasi ini, diharapkan ekosistem aset kripto di Indonesia semakin kuat, transparan, serta mampu beradaptasi dengan perkembangan industri global yang terus berubah.

Also Read

Tags

Leave a Comment